Sabtu, 22 April 2017

Australia dan Indonesia


       Isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap pejabat tinggi negara menjadi pemberitaan yang panas akhir – akhir ini. Hal tersebut menjadi masalah penting di dalam negeri ini.
Hubungan Indonesia dan Australia kembali menghadapi ujian berat. Pemerintah Indonesia dibuat kesal karena Australia tidak membenarkan dan tidak membantah soal skandal penyadapan yang diungkap media massa dari hasil bocoran Edward Snowden - mantan kontraktor badan intelijen AS (NSA) yang tengah menjadi buronan Washington dan kini menetap di Rusia tersebut. 
       Pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott sama sekali tak dapat menjernihkan isu penyadapan ini. Ia hanya mengatakan badan dan agen intelijen negaranya selalu bertindak dalam koridor hukum. “Setiap badan pemerintah Australia bertugas sesuai aturan yang berlaku,” kata dia.
“Buka rahasia mereka, lindungi rahasia kita (reveal their secrets, protect our own)”. Itulah semboyan Badan Intelijen Australia (Defence Signals Directorate) yang tahun 2013 ini berganti nama menjadi Australian Signals Directorate (ASD). Dengan moto itu, agen-agen DSD menjejakkan kaki di Bali ketika Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2007.
         Dipetik dari vivanews.com, DSD ini membawa tugas khusus, mengumpulkan nomor-nomor telepon para pejabat pertahanan dan keamanan di Indonesia. Dalam misinya itu, DSD bekerja bahu-membahu dengan badan keamanan nasional Amerika Serikat (National Security Agency) untuk memperoleh informasi yang menjadi target mereka. Semua itu diungkapkan Edward Snowden --mantan kontraktor NSA yang kerap membocorkan rahasia intelijen AS-- dalam dokumen yang ia bocorkan dan dilansir harian Inggris The Guardian, 2 November 2013.

     DSD bahkan disebut memasukkan ahli Bahasa Indonesia ke dalam timnya untuk memonitor dan menyeleksi informasi dari komunikasi yang berhasil mereka dapatkan. “Tujuan dari upaya (spionase) ini adalah untuk mengumpulkan pemahaman yang kuat tentang struktur jaringan yang diperlukan dalam keadaan darurat,” kata dokumen Snowden itu.
      Harian Australia The Sydney Morning Herald melaporkan Negeri Kanguru secara intensif dan sistematis melakukan aksi mata-mata dan membangun jejaring spionase mereka di Tanah Garuda ini melalui kantor kedutaan besar mereka di Jakarta.
       Fenomena yang terjadi saat ini sangatlah menarik perhatian publik, karena upaya penyadapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap pejabat-pejabat di Indonesia sebagaimana disampaikan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman dilakukan sudah sangat lama. Bahkan Australia telah melakukan penyadapan percakapan telepon sejumlah pemimpin Indonesia dalam kurun waktu 2007-2009.
Alhasil, kasus yang terbongkar ini telah mengganggu hubungan diplomatik ke dua Negara yang berdaulat.

Langkah Presiden dalam menanggapi kasus ini  :

Hal ini tentunya mengundang respon Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara. SBY melalui juru bicaranya Julian Aldrin Pasha, Jumat 8 November 2013, menyatakan tak dapat menerima adanya aksi penyadapan Australia terhadap Indonesia. Atas aksi tersebut, akhirnya SBY mengeluarkan tiga langkah yang akan ditempuh menyangkut aksi penyadapan tersebut. Yang pertama adalah Indonesia menunggu penjelasan dan tanggung jawab Australia atas kasus penyadapan itu.

Kedua, sejumlah agenda kerja sama akan dikaji ulang, seperti pertukaran informasi dan intelijen diantara kedua negara. Selain itu latihan-latihan bersama antara tentara Indonesia dan Australia juga dihentikan.Penghentian kerja sama ini termasuk dalam soal Coordinated Military Operation antara Indonesia dan Australia. Selain itu, juga isu penyelundupan manusia atau people smuggling.

Ketiga, untuk keberlanjutan hubungan kedua negara, Presiden meminta pderlu ada semacam protokol, atau kode etik (code of conduct), dan guiding principle menyangkut kerja sama di berbagai bidang. Selain itu, rencananya Indonesia kini tengah meningkatkan kerjasama pertahanannya dengan Rusia menyusul penyadapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Australia terhadap para pejabat tinggi RI. Kesepakatan awal soal peningkatan kemitraan Rusia-Indonesia dicapai di tingkat parlemen kedua negara dalam kunjungan pimpinan parlemen Rusia ke DPR RI, Jakarta, 21 November 2013.
Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang ditunjukkan oleh Kementerian Kominfo ini selain berdasarkan aspek hubungan diplomatik, juga karena mengacu pada aspek hukum, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
            Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Demikian pula Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan / atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan tujuan tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan padaPasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1), bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula kemungkinan penyadapan yang dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejasaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang dilakukan berdasarkan undang-undang.

Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,-
Memang benar, bahwa misi diplomatik asing dimungkinkan untuk memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, seperti disebutkan pada Pasal 16, yang menyebutkan, bahwa pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban tertentu kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Namun demikian, masih di UU tersebut, pada Pasal 17 disebutkan ayat (1) bahwa berdasarkan pertimbangan tertentu, Pemerintah Republik Indonesia dapat memberikan 
pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam Pasal 
16 dan ayat (2) pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasar pada 
peraturan perundang-undangan nasional. Penjelasan Pasal 17 tersebut di antaranya disebutkan, bahwa pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam Pasal 16 hanya dapat diberikan oleh pemerintah atas dasar kasus demi kasus, demi kepentingan nasional, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional. Dengan demikian, pemberian imunitas tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan pelanggaran penyadapan oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah dibuktikan, maka imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku, dalam hal ini UU Telekomunikasi dan UU ITE.
Kementerian Kominfo sejauh ini berpandangan, bahwa kegiatan penyadapan tersebut belum terbukti dilakukan atas kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Namun jika kemudian terbukti, maka penyeleggara telekomunikasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur daam UU Tekomunikasi dan UU ITE.
Bahwasanya kegiatan penyadapan oleh Australia tersebut sangat mengusik kedaulatan dan nasionalisme Indonesia adalah benar. Namun demikian Kementerian Kominfo melalui siaran pers ini menghimbau agar kepada para hacker untuk tidak melakukan serangan balik kepada pihak Australia. Hal itu selain dapat berpotensi memperburuk situasi, tetapi juga justru berpotensi melanggar UU ITE.
Juga perlu diingatkan kepada publik, bahwa apapun perakitan, perdagangan dan atau penggunaan perangkat sadap yang diperdagangkan secara bebas adalah suatu bentuk pelanggaran hokum, karena bertentangan dengan UU Telekomunikasi. Kementerian Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal 31 UU ITE. Demikian pula anti sadap pun juga illegal, karena Kementerian Kominfo tidak pernah mengeluarkan sertidikat untuk perangkat (baik hard ware maupun software) anti sadap.

Source







Tidak ada komentar:

Posting Komentar